Ebiz Ads

Rabu, 30 Desember 2009

Berkat Gedebok Pisang, Punya 100 Karyawan


Berkah pohon pisang tidak hanya buah atau daunnya. Tukimin (49) membuktikan bahwa dengan sentuhan kreativitas, gedebok pisang juga bisa menghasilkan sejumlah pemasukan dalam rupiah dengan menjadikannya kerajinan tangan yang digandrungi masyarakat internasional. Tinggal di lingkungan pedesaan membuat Tukimin akrab dengan alam sejak kanak-kanak. Ia yakin, alam menyediakan segala macam kebutuhan manusia untuk menyambung hidup.

Ia pun berang dengan manusia yang menyia-nyiakan berkah alam. ”Di sekitar rumah saya banyak orang membuang gedebok (batang) pisang setelah memanen buahnya. Menurut saya, limbah batang itu pasti bisa dimanfaatkan,” katanya.

Kendati sudah menekuni profesi sebagai penganyam serat alam sejak tahun 1996, Tukimin yang menetap di Dusun Tanggulangin, Tanjungharjo, Nanggulan, Kulon Progo, itu belum dapat mewujudkan pikirannya. Pemilik CV Indo Seagrass itu sibuk menangani pesanan kerajinan anyaman serat pandan dan agel (gebang) yang sedang booming pascakrisis ekonomi.

Tukimin menjadi lebih sibuk setelah terpilih sebagai Kepala Desa Tanjungharjo sejak 2003. Akhirnya baru pada tahun 2008 pria lulusan SMA itu baru bisa mengolah limbah gedebok pisang karena sebagian program kerjanya sebagai lurah sudah terlaksana. ”Saya beralih ke bahan gedebok pisang agar beda dari perajin lain. Kalau saya tetap menganyam agel dan pandan, usaha saya tak akan berjalan karena banyak saingan,” ungkap Tukimin.

Selain itu, serat batang pisang juga memiliki tekstur yang berbeda dibanding serat alam lain. Serat gedebok lebih kuat, tetapi tetap halus dan empuk. Semakin muda usia batang pisang yang digunakan, semakin halus tekstur anyaman. Mengolah gedebok pisang sesungguhnya tak sulit. Bilah-bilah batang tersebut hanya perlu dikeringkan dengan cara dijemur 10 hari. Dalam proses pengeringan, Tukimin tidak menggunakan oven karena akan merapuhkan serat, yang membuat mudah patah saat dipilin.

Melalui distributor yang kerap memasok kerajinan anyaman di Nanggulan, Tukimin mempromosikan produknya. Tidak disangka, animo pembeli, khususnya luar negeri, begitu besar. Kerajinan buatan Tukimin laku keras di Spanyol, Hongkong, dan Jepang. Jumlah pesanan pun terus naik. Jika tahun-tahun sebelumnya Tukimin hanya membuat 10.000 hingga 20.000 produk anyaman setiap bulan, kini ia sanggup menghasilkan 100.000 produk, khusus dari bahan serat batang pisang.

Jumlah pegawai yang awalnya hanya 20 orang dirasa tidak lagi mencukupi. Kini, Tukimin mempekerjakan 50 pegawai. Itu belum termasuk jumlah pekerja tidak tetap sehingga totalnya bisa mencapai 100-an orang. Selain mempekerjakan pemuda-pemuda lokal, Tukimin juga menampung tenaga kerja dari kabupaten lain, seperti Bantul dan Gunung Kidul. Tukimin mengatakan, gaji pegawainya hampir setara dengan upah minimum regional DIY, yakni Rp 500.000 per bulan.

Untuk mempermudah transaksi dan komunikasi dengan pembeli, kini Tukimin juga sudah memanfaatkan sarana internet dengan berkirim surat elektronik (e-mail). Ia merasa belum siap untuk membuat situs internet sendiri karena masih gagap teknologi.
Rata-rata omzet CV Indo Seagrass di atas Rp 100 juta per bulan dengan batas keuntungan 20 persen. Tukimin tidak menikmati keuntungan itu sendiri, melainkan ia membagi kepada para perajin lain dalam wujud pelatihan usaha. ”Saya tidak mau pelit berbagi ilmu. Penjiplakan desain atau peniruan ide adalah hal biasa dalam usaha. Hal itu justru terus memicu saya agar tetap kreatif dan tampil beda,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar