Ebiz Ads

Sabtu, 13 Februari 2010

Mencicipi Manisnya Laba Bisnis Fro-Yo


Tren menikmati frozen yoghurt kini menjangkiti masyarakat urban. Hampir di setiap pusat perbelanjaan terdapat kafe maupun gerai mini take away (booth) yang menjajakan yoghurt beku, plus campuran es krim dan bertabur topping aneka rasa. Produk berbasis susu ini diyakini bisa memperhalus kulit dan bikin awet muda.

Dalam dua tahun belakangan ini beredar setidaknya 75 merek frozen yoghurt (fro-yo) di Indonesia. Tak semua merek bisa bertahan, ada yang timbul, lalu tenggelam, tapi ada juga yang muncul dan terus membesar.

Salah satu pionir gerai fro-yo di Indonesia adalah PT Berjaya Sally Ceria (PT BSC) yang mengusung merek Sour Sally. Meski baru berusia 1,5 tahun, Sour Sally yang menyasar kelas premium telah berkembang menjadi 36 gerai. Gerai ini tersebar di beberapa kota besar di Indonesia, sebut saja Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Denpasar.

Melihat tanggapan masyarakat yang begitu antusias, PT BSC tergoda untuk menawarkan waralaba dengan merek Yogu Buzz. "Kami sengaja menciptakan second brand sebelum membuka peluang waralaba agar segmen pasar lebih menyebar," ujar Sagita Kwee, Brand Marketing Manager Sour Sally, yang juga mengurusi waralaba Yogu Buzz.

Rencananya, harga produk Yogu Buzz lebih miring ketimbang yoghurt di Sour Sally, berkisar Rp 14.500 per cup. Sebagai pembanding, harga yoghurt di Sour Sally Rp 17.500-Rp 64.000 per cup.

Gerainya pun tak berkonsep kafe butik seperti Sour Sally. Bentuknya hanya semacam booth pesan bawa. Yogu Buzz juga hanya menjual fro-yo dalam ukuran personal (single). "Slogan Yogu Buzz adalah Fro-Yo for Everyone," ujar Sagita.

Kendati merupakan second brand, Sagita meyakinkan, bahan-bahan yang dipasok PT BSC sebagai master franchise ke Yogu Buzz merupakan bahan impor berkualitas.

Minat terhadap waralaba ini ternyata luar biasa. Baru ditawarkan November 2009 lalu, peminat yang masuk sampai kini mencapai 300 orang. Tapi, sebagai tahap awal, PT BSC hanya memilih 5-10 terwaralaba di wilayah Jabodetabek. "Kami tak mau terlalu agresif," kata Sagita.

Jika Anda juga berminat, tak perlu risau. Anda masih bisa mendaftar. Sebab, proses seleksi untuk mendapat hak waralaba Yogu Buzz baru berlangsung April nanti.

Yogu Buzz menetapkan biaya lisensi Rp 350 juta-Rp 450 juta. Sebagai gantinya, terwaralaba mendapat hak lisensi, pasokan bahan baku gratis selama sebulan, mesin produksi, seluruh perlengkapan operasional, display booth, dan estimasi biaya sewa tempat setahun. "Selebihnya akan kami rinci saat pertemuan dengan calon terwaralaba," ujar Marcus Kandou, Marketing Communications dan PR Director Sour Sally.

Sagita memperkirakan, jika satu booth Yogu Buzz berhasil menjaring penjualan sekitar Rp 3 juta per hari, modal mitra waralaba bisa kembali dalam waktu setahun.

Menurut Bambang N Rachmadi, pengamat waralaba sekaligus dosen di Universitas Indonesia, prospek bisnis frozen yoghurt di Indonesia masih sangat bagus. Alasannya, "Potensi pasar masyarakat Indonesia sangat besar dan pendapatan per kapita konsumen diharapkan semakin meningkat."

Bambang juga sangat mendukung upaya pengembangan waralaba lokal seperti Yogu Buzz ini. "Sebaiknya, Yogu Buzz mengembangkan format bisnis sendiri yang simpel," sarannya. Namun, ia berharap waralaba baru ini menawarkan harga franchise yang tidak terlampau mahal. "Supaya bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat," tegasnya

Jumat, 12 Februari 2010

TOKOH INSPIRASI


Chaerul Tanjung, "The Rising Star"


Dalam peta baru pengusaha besar nasional belakangan ini, namanya disebut sebagai the rising star. Pemilik Para Group ini berhasil melakukan lompatan bisnis spektakuler justru ketika ekonomi masih dilanda badai krisis. Lompatan besar bermula ketika ia mengambil alih Bank Mega. Namun di PBSI, sebagai Ketua Umum ia kurang beruntung, dan memilih mundur. Ia digantikan Sutiyoso, Gubernur DKI dalam Munaslub di Jakarta sabtu 17 Juli 2004

Badai krisis yang berlangsung sejak empat tahun lalu telah meluluh lantahkan bangunan bisnis lama. Para pengusaha raksasa yang populer disebut konglomerat satu demi satu telah berguguran. Tak hanya dari kelompok nonpri, pengusaha besar dari kalangan pribumi pun hampir tak ada yang terbebas dari lilitan masalah. Jika kini disusun sebuah daftar kelompok usaha besar baru, misalnya dengan tolok ukur aset di atas Rp 1 triliun, petanya pasti telah jauh berubah dibanding sebelum krisis.

Belakangan ini, Chairul Tanjung adalah sosok pengusaha yang namanya paling banyak disebut ketika berbicara mengenai peta baru pengusaha besar nasional. Ia banyak disebut sebagai the rising star. Pengusaha pemilik Para Group ini berhasil melakukan lompatan bisnis yang spektakuler justru ketika ekonomi masih dilanda badai krisis.

Lompatan besar bermula ketika ia memutuskan untuk mengambil alih kepemilikan Bank Mega pada 1996 lalu. Berkat tangan dinginnya, bank kecil dan sedang sakit-sakitan yang sebelumnya dikelola oleh kelompok Bappindo itu kemudian disulap menjadi bank besar dan disegani. Pada akhirnya bank ini pun menjadi pilar penting dalam menopang bangunan Para Group. Dua pilar lain adalah Trans TV dan Bandung Supermall.

Sebagai sosok pengusaha sukses yang kini langka, Chairul dikalangan teman-teman dekatnya sering dijuluki sebagai The Last of The Mohicans. Sebutan ini mengacu pada sebuah judul film terkenal produksi Hollywood beberapa tahun lalu yang menceritakan kisah penaklukan kaum kulit putih terhadap bangsa Indian di Amerika Serikat sana. Pada akhirnya, bangsa asli yang sebelumnya menjadi tuan tanah dan penguasa wilayah itu kemudian semakin terpinggir dan menjadi sosok langka. Namanya saja sebutan berbau joke sehingga tetap atau tidak penting.

Yang jelas Chairul bukan tergolong pengusaha "dadakan" yang sukses berkat kelihaian membangun kedekatan dengan penguasa. Mengawali kiprah bisnis selagi kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, sepuluh tahun kemudian ia telah memiliki sebuauh kelompok usaha yang disebut Para Group. Kelompok usaha ini dibangun berawal dari modal yang diperoleh dari Bank Exim sebesar Rp 150 juta. Bersama tiga rekannya yang lain, ia mendirikan pabrik sepatu anak-anak yang semua produknya diekspor. "Dengan bekal kredit tersebut saya belikan 20 mesin jahit merek Butterfly," ujarnya suatu saat kepada Eksekutif.

Kini pengusaha kelahiran 16 Juni 1962 itu menjadi figur sukses yang sangat sibuk. Ketika Eksekutif meminta kesempatan untuk sebuah wawancara khusus, ia mengaku kerepotan untuk memilih waktu yang tepat. Meklum, selain sibuk mengurus bisnis, pria satu ini juga punya segudang kegiatan kemasyarakatan. Sebelum terpilih menjadi ketua umum PB PBSI beberapa waktu lalu, Chairul telah aktif di berbagai organisasi sosial seperti PMI, Komite Kemanusiaan Indonesia, anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia dan sebagainya. "Kini waktu saya lebih dari 50% saya curahkan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan," ungkapnya. (Tokoh Indonesia, Repro Eksekutif No. 269)

Tokoh Bisnis
Warta Ekonomi 28 Desember 2005 menganugerahi Chairul Tanjung, Komisaris Utama Grup Para sebagai salah seorang tokoh bisnis paling berpengaruh tahun 2005. Prestasinya, dinilai tak sesederhana penampilannya. Tiga pilihan bidang bisnisnya, keuangan, properti, dan multimedia, menunjukkan kinerja yang nyaris sempurna. Chairul Tanjung adalah rising star.

Sulit membayangkan seorang dokter gigi terjun bebas ke dunia bisnis. Namun, tidak bagi Chairul Tanjung, komisaris utama Grup Para. Semasa kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi UI, Chairul muda sudah mulai berani berjualan untuk mengasah kemampuannya berbisnis. Nalurinya kian terarah ketika bisnis sepatunya, yang memperoleh pinjaman dari Bank Exim, makin berkembang.

Orang nomor satu di Grup Para ini adalah sosok yang bersahaja. Penampilannya sederhana, tetapi sangat tajam dalam menerjemahkan visi bisnisnya. Chairul mereposisikan kelompok usahanya dalam tiga bisnis inti: keuangan, properti, dan multimedia.

Di bidang keuangan, ia mengambil alih Bank Tugu dan mengganti namanya menjadi Bank Mega. Kini bank ini menjadi salah satu bank papan atas. Hingga September 2005, Bank Mega memiliki nilai buku asetnya mencapai Rp1,5 triliun. Tahun 2005 ini sejumlah investor asing dari Eropa dan AS sudah mengajukan surat resmi untuk membeli saham Bank Mega seharga tiga kali lipat dari nilai bukunya. Selain bank, Chairul juga memiliki perusahaan sekuritas dan mulai merambah bisnis asuransi jiwa dan kerugian.

Di bisnis properti, pria kelahiran Jakarta ini mempunyai Bandung Supermall. Mal seluas 3 hektar ini menghabiskan dana Rp99 miliar. Itu pun belum semua area dibangun. Rencananya, di sisa lahan 8 hektar ia akan membangun hotel, restoran, dan bangunan pendukung lainnya.

Bisnis Chairul yang paling moncer adalah Trans TV dengan 21 menara yang mencakup seluruh Jawa, sebagian Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan Papua. Pada akhir 2005 dia berharap seluruh Indonesia bisa di-cover, dengan menambah menara sampai 31—32. Investasi untuk satu menara diperkirakan Rp3—5 miliar. Chairul sangat optimistis di bisnis ini karena melihat belanja iklan nasional sudah mencapai Rp6 triliun, dengan 70% di antaranya akan masuk ke TV.

Ia pun berencana mendirikan stasiun radio dan media online atau satelit. Target lainnya adalah bersiap masuk ke media cetak. Dua-tiga tahun setelah Trans TV mendapatkan keuntungan, ia berencana melepas 20%—30% sahamnya ke pasar modal. Dana hasil IPO ini akan ia alokasikan untuk pengembangan usaha dan membayar utang.

Saking banyaknya, Chairul mengaku sampai tak tahu berapa jumlah perusahaannya. Namun, yang jelas, Grup Para mempunyai Para Inti Holdindo sebagai holding company, yang membawahkan beberapa subholding: Para Global Investindo (bisnis keuangan), Para Inti Investindo (media dan investasi), dan Para Inti Propertindo (properti). Kini ia mempekerjakan 5.000 karyawan.

Rabu, 10 Februari 2010

Menggeber Bisnis Motor Trail Seken


Motor trail atau biasa dikenal dengan motor adventure kerap kali menjadi kendaraan roda dua yang unik. Selain jago di medan ekstrim, motor jenis ini layak menjadi ajang gaya-gayaan.

Peminat motor trail dari tahun ke tahun di Tanah Air terus meningkat, trail bukan hanya digunakan oleh para pehobi namun sudah menjadi kebutuhan kendaaran di wilayah-wilayah usaha perkebunan terutama di luar Jawa.

Roby salah satu pemilik gerai motor trail seken kawasan Jl Panjang Kebon Jeruk Jakarta Barat memulai usaha jual beli motor trail seken sejak tahun 2004. Berawal hanya dari 1 unit motor trail seken, kini usahanya berkembang bahkan pelangganya sudah tersebar di pelosok seluruh Indonesia.

Kejelian menangkap peluang bisnis ini membuat Roby bisa dibilang cukup sukses menjalankan jual beli motor trail seken. Bahkan saat ini ia juga sudah merambah bisnis penjualan trail gres alias baru. Walhasil omset hingga ratusan juta hingga miliaran rupiah per tahun bisa ia kantongi melalui jual beli motor dan sparepart-nya.

Ia menjelaskan kencangnya bisnis motor trail seken beberapa tahun terakhir karena harga motor trail baru umumnya diatas dari harga motor standar membuat para pengguna atau kalangan hobby memilih motor bekas karena lebih terjangkau.

Meskipun saat ini permintaan terhadap motor trail baru sama tingginya. Terlebih lagi sektor perkebunan yang sempat booming dua tahun lalu membuat kebutuhan motor trail cukup tinggi, tak kecuali untuk tahun ini.

"Memang awal 2010 belum kelihatan permintaan yang tinggi masih normal, mungkin tunggu model baru," katanya.

Mengenai pasar motor trail saat ini permintaannya relatif stabil, pada tahun 2009 lalu saja ia mampu menyabet penjualan hingga 40 unit lebih motor seken dengan perbulannya ia mampu melepas 6-10 unit sedangkan motor-motor trail baru pun masih cukup tinggi

Ia mengaku pangsa pasar motor trail cukup kenceng di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi, Kalimantan dan Papua. Bahkan pelanggan-pelanggannya dari Timika, Sorong Papua rutin membeli darinya.

Roby mencontohkan beberapa produk trail seken yang ia jual antaralain Kawasaki KLX 150 dibandrol kisaran Rp 18,5 juta, KLX 250 Rp 42,5-45 juta. Sedangkan untuk Yamaha DT 200 Rp 18,5 juta,Yamaha WR 200 Rp 18 juta-an.

Untuk merek Suzuki jenis TS 125 cukup banyak dicari-cari orang harganya pun cukup miring yaitu Rp 12,5 juta, untuk Suzuki RM 125 SE Rp 18,5 juta, RMZ 250 SE Rp 57,5 juta padahal harga barunya mencapai Rp 98 juta.

Selain menjual motor-motor asal negeri Matahari Terbit Jepang, ia juga menjual trail-trail gres ukuran cilik yaitu mini moto yang umumnya diimpor dari Taiwan seperti Nakata 110 Rp 5,5 juta, Monstrac 125 asal Korea Rp 11 juta dan lain-lain.

"Yang menarik dari bisnis motor trail seken harganya relatif gelap," katanya.

Ia mengatakan dengan kondisi harga pasaran yang relatif tidak memiliki patokan atau "gelap" biasanya ia akan mendapat margin relatif menggiurkan. Keuntungan Rp 1-3 juta per unit motor bisa ia raup dalam setiap transaksi.

"Kalau bicara margin paling tidak dapat lah 20%, apalagi kalau kita jual bukan dari komunitas," katanya.

Menurut Roby selama ini ia banyak mendapat motor-motor trail seken berasal dari daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan luar Jawa, termasuk ia peroleh dari beberapa kalangan komunitas pecinta trail. Saat ini bisnis motor trail sekennya ditopang juga oleh penjualan sparepart kendaraan trail yang bisa dibilang cukup langka.

Roby optimistis kedepannya bisnis motor trail seken masih terus moncer. Ia mencontohkan di Jakarta saja pemain bisnis trail seken sangat jarang sekali, apalagi di daerah-daerah termasuk luar Jawa.


Roby Steam

Jl. Arteri Kelapa Dua Raya No 25, depan Sasak II, JL Panjang Jakarta Barat

Senin, 08 Februari 2010

Riezka, Jual Pisang Ijo Raup Omzet Ratusan Juta


Kini selera makan masyarakat Indonesia makin beragam. Tidak melulu makanan londo cepat saji yang sekarang kian merebak, penikmat kuliner juga mulai melirik makanan tradisional Nusantara. Salah satunya adalah pisang ijo asal Makassar, Sulawesi Selatan.

Menu makanan dengan bahan dasar pisang berbalut tepung berwarna hijau ini sukses dipasarkan Riezka Rahmatiana. Perempuan muda berusia 24 tahun ini sanggup meraup omzet mencapai Rp 850 juta dari hasil jualan pisang ijo dengan merek dagang JustMine.

Padahal, saat memulai usaha pada 2007, dia hanya merogoh koceknya Rp 2 juta. Modal tersebut kemudian habis dibelanjakannya untuk membuat etalase kecil serta bahan-bahan pembuat pisang ijo.

"Waktu buka usaha ini modalnya kecil. Hanya Rp 2 juta," ujarnya.

Riezka berkisah, kesuksesan diraihnya dengan penuh kerja keras. Awalnya, dia pernah menjadi anggota multilevel marketing (MLM). Karena tidak membuahkan hasil, Riezka beralih menjajal bisnis voucer pulsa yang akhirnya kandas juga.

Tak patah arang, Riezka akhirnya banting setir dan mulai menggeluti usaha di bidang kuliner. Saat itu, dia merintis sebuah kafe di Bandung. Namun, lagi-lagi usahanya gagal.

Akhirnya, pada tahun 2007 Riezka mulai melirik pisang dan berpikir untuk mengemasnya menjadi panganan yang digemari orang. "Saat itu saya hanya berpikir, pisang itu kalau laku dijual enaknya dibikin apa. Akhirnya saya memutuskan untuk memasarkan pisang ijo," katanya.

Yang unik, Riezka yang asal Mataram, Nusa Tenggara Barat, ini mengaku belum pernah sekali pun menyambangi Makassar. Kunci keberhasilan mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikai Universitas Padjadjaran ini sebenarnya terletak pada kreativitasnya mengembangkan makanan pisang ijo dalam berbagai aneka rasa. Dari pisang ijo tradisional dikembangkan dengan campuran vla yang ditambahkan dengan berbagai rasa, vanila, cokelat, keju, hingga durian.

Bandingkan dengan pisang ijo makassar yang hanya berbungkus terigu berwarna hijau pandan plus lamuran vla ditambah sirup sebagai pemanis. Ada juga yang dilumuri bubur sumsum dan es batu.

Harga pisang ijo JustMine dipasarkan Rp 6.000 hingga Rp 7.000 per porsi. Semangkuk pisang ijo ini menjadi makanan yang digemari banyak orang. Buktinya, saat Expo Wirausaha Mandiri hari ini, ratusan pengunjung tidak henti-hentinya menyerbu stan pisang ijo ini. Bahkan, dalam hitungan jam, stok pisang ijo milik Riezka ludes.

"Ini makanya telepon lagi minta dikirim ke sini. Pengunjungnya sudah antre dari pagi," ujarnya.

Untuk mengembangkan usahanya itu, Riezka membuka peluang untuk berinvestasi bagi siapa saja yang berminat dengan sistem waralaba pisang ijo. Hingga kini, ada 20 gerai pewaralaba pisang ijo yang tersebar di Bandung, Jakarta, dan Bekasi. Di samping itu, Riezka juga punya tiga outlet di Bandung.

Untuk menjamin keuntungan bersama dengan para mitra, proses seleksi mitra waralaba pisang ijo cukup cermat. Riezka menjelaskan, untuk menjadi mitra pisang ijo JustMine, cukup dengan investasi mulai dari Rp 6,5 juta.

Nantinya, para mitra akan mendapatkan satu booth, paket perlengkapan booth lengkap, paket promosi, jaminan kualitas produk, biaya delivery, trainning karyawan, dan hak pakai booth.

Minggu, 07 Februari 2010

Modal Nekat dan Siap Dimaki Brian


SEMANGAT pantang menyerah dalam membangun bisnis membawa Brian Arfi Faridhi (23) menjuarai Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2009.

"Wirausaha merupakan profesi yang luar biasa. Makanya tidak semua orang bisa menjadi wirausaha sejati. Sebab, dia harus siap bekerja keras, tidak gampang menyerah, harus memiliki mental juara dan siap dihina-hina orang. Itu alasan juri memilih saya sebagai pemenang karena sudah bolak-balik mengalami jatuh bangun dalam bisnis,” ujar Brian, pengusaha muda kreatif di bidang IT, ketika menjawab pertanyaan pengunjung Expo Wirausaha Mandiri di Jakarta Convention Center (JCC), pekan lalu.

Brian, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, tampil dalam expo tersebut karena berhasil menjadi pemenang pertama bidang usaha kreatif WMM 2009. Brian yang tahun lalu berhasil menembus omzet Rp 559 juta itu adalah salah satu dari 98 peserta expo. Seluruh peserta merupakan alumni WMM. Hingga kini, WMM yang diadakan Bank Mandiri sudah berlangsung empat kali.

Di stan Brian, pemilik PT DheZign Online Solution, dipajang piala penghargaan WMM 2009. Piala itu diserahkan langsung oleh Wapres Boediono, Jumat (22/1) lalu. Stan tersebut juga memajang papan data yang menampilkan foto Brian dan keterangan mengenai perusahaannya. Brian mengatakan, data yang ditampilkan banyak yang tidak akurat. Misalnya, disebutkan tahun 2009 dia meraih untung. Padahal sesungguhnya, Brian rugi Rp 14 juta.

Mendengar itu, seorang ibu yang berada di stan Brian, langsung berkomentar, "Lho, kok pemenang WMM bisnisnya rugi? Apa nggaksalah, tuh?" Brian spontan menjawab, "Lho, Bu, yang namanya pengusaha harus berani rugi. Tahun lalu, omzet kami naik dua kali lipat. Tapi karena melakukan ekspansi, kami jadi rugi," tambah pria kelahiran Surabaya, 31 Mei 1986.

Sumber pendapatan Brian berasal dari bisnis IT dan toko online yang menjual perlengkapan busana muslim. Ke depan, Brian merencanakan ekspansi dengan memperkuat divisi bisnis pengembangan web. Itu sebabnya tahun lalu dia banyak merekrut SDM di bidang web programing. "Nanti saya akan fokus ke pasar Jakarta karena prospeknya lebih cerah dibanding Surabaya. Saya sendiri sudah sekitar tiga bulan di Jakarta, tapi anak istri masih di Surabaya," ujar suami Juanita Vyatri tersebut.

Menurut Brian, dia mulai mengembangkan bisnis IT pada tahun 2006. Saat ini dia fokus melayani orang yang mau menggunakan media online untuk kegiatan marketing. "Untuk membangun toko online, minimal kami mengenakan biaya senilai Rp 20 juta. Kami siapkan pula program garansi 100 persen uang kembali, bila konsumen tidak puas," tambah Brian yang juga siap membantu pengusaha pemula memiliki toko online secara free.

Jualan di kampus

Sejak umur 18 tahun Brian sudah berani berjualan parfum di lapak kampus ITS. Dia tidak peduli teman-temannya di kampus meledek kegiatannya itu. Brian juga pernah berjualan jus di pinggir jalan. "Kalau dagangan tidak untung, saya langsung ganti dengan dagangan lainnya. Sedih sih kalau gagal karena saya orang yang tidak suka kalah. Tapi, bagaimana pun saya harus bangkit," ujar bapak tiga anak ini.

Dilihat dari kepribadiannya, Brian sosok yang tidak suka dengan pekerjaan yang rutin. Makanya, meski sudah bolak-balik bisnisnya bangkrut, Brian tidak pernah terpikir selesai kuliah akan bekerja di kantor. Mungkin karena itu pula dia aktif menggali ide-ide usaha baru.

Tak hanya itu, Brian juga orang yang berani mewujudkan setiap gagasannya. Termasuk keberanian memilih menikah pada usia muda, yakni 18 tahun. "Kalau mau usaha tidak perlu mikir modal. Yang penting tekad yang kuat. Gila dan nekat," ujar Brian saat mengemukakan prinsipnya membangun bisnis.

Prinsip itu pula yang digunakannya saat mengembangkan bisnis online busana muslim maupun bisnis pengembangan web. Untuk membangun bisnis web development, Brian hanya mengandalkan istrinya sebagai programer dan modal satu komputer, satu printer, dan koneksi internet. "Setelah itu, ya sudah, dipasarkan. Simpel. Modal lain, harus siap dimaki-maki konsumen, kerja keras dan harus memiliki mental juara,"ujar Brian.

Target akhir tahun 2010, setelah urusan bisnisnya beres, dia akan membawa istri dan anaknya tinggal di Jakarta. "Saat ini, dunia onlinedi Indonesia sedang tumbuh. Tapi, pasar yang menjanjikan ada di Jakarta. Saya sudah menyiapkan tenaga-tenaga ahlinya untuk merebut pasar tersebut,"ujar Brian semangat.