Ebiz Ads

Jumat, 05 Maret 2010

Abri Mada, di Balik Sukses Ikki Bento


Dalam tempo tiga tahun, Ikki Bento telah memiliki 160 gerai yang tersebar di berbagai kota di Tanah Air. Tak hanya di wilayah Jabodetabek, tetapi juga di luar Jawa seperti Padang, Gorontalo dan Nusa Tenggara Barat. Nah, sosok kreatif di balik sukses restoran ala Jepang ini adalah Abri Mada. Sejatinya, Ikki diambil dari bahasa Jawa yang artinya “ini”. Jadi nama Ikki Bento artinya “ini makanan jenis bento”, yang didirikan sejak 2006.

Abri menjual makanan Jepang ini dengan gaya kaki lima (gerobak), karena memang saat itu belum ada yang berjualan makanan Jepang dengan format begitu. Selain gerobak (booth), Ikki Bento ada pula yang dikemas berformat food court yang menjual lebih banyak item produk bento, tepanyaki, ramen dan burger. Selain gerobak dan food court, Abri juga mengembangkan Ikki Bento dengan format lebih besar, yakni berformat restoran. ”Gerai pertama kami di Kompleks Pertamina Jatiwaringin,” kata Abri yang mengakui hingga saat ini hanya mempunyai dua gerai Ikki Bento bentuk gerobak. Selebihnya adalah gerai milik mitra usahanya.

Adik Bimada – pendiri Bakmi Raos – ini, sukses membesut Ikki Bento setelah beberapa kali gagal membeli usaha waralaba, salah satunya Bakmi Japos. Dari situlah, ia banyak belajar tentang bisnis waralaba. Tak heran, akhirnya ia memilih sistem business opportunity (BO) untuk mengembangkan Ikki Bento ini. Baginya, sistem BO lebih simpel ketimbang waralaba. Mitra usaha tak memiliki kewajiban membayar biaya royalti, melainkan hanya mengeluarkan biaya kemitraan untuk jangka waktu lima tahun.

Tipe booth misalnya, yang disebut Abri dengan Paket Minimax, dijual kepada mitranya seharga Rp 30 juta per unit. Dengan tipe ini mitra usaha memerlukan dua-tiga karyawan. Sementara itu, tipe food court (Paket Optimax) dijual seharga Rp 45 juta dengan jumlah karyawan yang sama. Lalu, tipe resto (Paket Doublemax) dijual seharga Rp 150 juta. Biaya kemitraan ini belum termasuk sewa gedung. “Tapi nilai investasi ini sudah mencakup semua kebutuhan untuk usaha selama lima tahun. Sebagian dari bahan bakunya mereka beli dari kami. Tapi kami tidak mengenakan royalti. Jadi, keuntungan semuanya untuk mitra,” mantan karyawan Bank Panin ini menjelaskan.

Kesuksesan Ikki Bento juga diungkapkan Yenny Ramli, yang sejak 6 bulan lalu membeli BO Ikki Bento. Mengambil lokasi di tempat jajanan kampus Universitas Mercu Buana, Meruya, Jakarta ternyata membawa berkah bagi wanita 47 tahun ini. Tiga bulan pertama berjualan Ikki Bento, perolehan omsetnya hanya mencapai Rp 300 ribu/hari. Namun tiga bulan berikutnya angka penjualan naik signifikan. Rata-rata per hari bisa mencapai Rp 900 ribu, bahkan bisa hingga Rp 1,2 juta. “Pak Abri juga bingung, cepat amat saya order bahan baku. Seminggu bisa dua kali saya order. Karena freezer saya tak cukup bila harus menyetok buat kebutuhan satu minggu,” kata Yenny yang juga menjadi pewaralaba minimarket Alfamart dan Kebab Turki.

Soal investasi, Yenny hanya merogoh kocek Rp 17 juta untuk memulai usaha ini. Ternyata Abri cukup fleksibel dalam hal menjual sistemnya. Konsep yang dibeli Yenny sebenarnya standar untuk paket harga sekitar Rp 30 juta (Minimax). Akan tetapi, karena di lokasi tersebut Yenny tak membutuhkan gerobak, Abri pun memberi keringanan tidak memasukkan biaya pembelian gerobak.

Tak puas dengan sukses Ikki Bento, Abri bersama istrinya, Widi Mada mengembangkan unit bisnis lain di bawah bendera Grup Ikki, yakni Ikki Sushi yang nilai investasinya lebih besar dan menjual produk dengan varian makanan sehat dengan harga sedikit lebih mahal dari Ikki Bento. Paket investasinya saja untuk jenis food court senilai Rp 69 juta, sudah termasuk booth yang dilengkapi kotak neon, banner, 8 kursi, kompor dan tabung gas, freezer, deep fryer dan lain-lain. Menu yang disajikan, di antaranya Crispy Roll, Ikki Fussion Roll, Crab Madness dan lain-lain yang dilengkapi dengan makanan pembuka (appetizer) don buri, ramen, dan berbagai makanan penutup (dessert). “Tapi rasanya kami sesuaikan dengan lidah orang Indonesia,” kata Widi berpromosi.

Lalu merek lainnya yang dikibarkan Abri adalah ICrepes dan Martabak Sarang Semut. Potensi merek yang terakhir disebut ini masih sangat potensial dan besar pasarnya. Dari awal peluncurannya (tahun lalu) hingga sekarang, Sarang Semut sudah memiliki lebih dari 100 gerai. Modal investasinya cukup rendah, yakni sekitar Rp 18 juta. Namun omset yang diperoleh para mitranya lumayan bagus. “Mereka mampu mencapai omset Rp 750 ribu per hari. Di daerah luar Pulau Jawa, seperti Makassar dan Gorontalo, Martabak Sarang Semut kinerjanya cukup bagus,” ujar Abri menegaskan

Irwan Sunarto, mitra usaha Abri yang membeli BO Sarang Semut dan ICrepes mengaku beruntung berbisnis makanan jenis ini. Alhasil, dari satu gerobak saja, omsetnya rata-rata Rp 250-300 ribu/hari. Bahkan bisa mencapai Rp 1 juta/hari, bila kebetulan ada pelanggan yang memborong martabaknya seperti untuk perayaan ulang tahun. ”Mungkin 6 bulan sudah balik modal,” kata alumni Sekolah Akuntansi YAI ini.

Ia mengaku ada rencana membeli BO lain yang ditawarkan Abri. Ikki Bento, menurut Irwan, tidak cocok bagi pasar di wilayahnya. Akan tetapi, ia punya rencana membangun Martabak Sarang Semut yang lain, dan ia tertarik pula dengan Bebek Super Sambel yang juga dibesut Abri. Satu hal yang menurut Irwan bisa menjadi kendala bagi Abri saat ini adalah jaminan ketersediaan bahan baku yang boleh jadi akan menjadi kendala buat Abri kelak. Makanya, perlu dicarikan solusinya nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar